Reviewed by on Oct 23.Rating:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu tercurah atas Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Kaum Wahabi tidak merasa cukup hanya dengan berusaha merusak aqidah orang-orang Islam, selain itu mereka juga merusak ibadah haji orang-orang Islam yang tengah mereka kerjakan.
Sesungguhnya semenjak zaman Rasulullah seluruh orang Islam melakukan ibadah saâi antara Shafa dan Marwah di tempat khusus yang telah ditetapkan oleh Raslullah. Dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan pelajaran tentang tata cara berhaji, beliau bersabda:
خذÙا عÙÙ Ù
ÙاسÙÙÙÙ
âAmbilah dariku tata cara ibadah haji kalianâ.
Rasulullah tidak perah berkata: âAmbilah tata cara ibadah kalian dari para penguasa wahabiâ.
Tepatnya tanggal 24 Februari 2008 kaum Wahabi memulai proyek pelebaran tempat ibadah saâi yang sebelumnya telah mereka rencanakan. Mereka ingin âdikenang sejarahâ agar dicatat bahwa pelebaran tempat ibada saâi telah dibangun oleh âtangan merekaâ, tidak peduli walaupun itu menyalahi ketentuan-ketentuan syariâat.
Lebar tampat ibadah saâi sebenarnya adalah sekitar 35 hasta; atau sekitar 17,5 meter. Namun sekarang telah dirubah oleh dinasti Wahabi menjadi 55 meter, dengan menambahkan sekitar 38 meter dari yang telah ditentukan oleh Rasulullah. Proyek pelebaran ini tidak lain hanya untuk âmemenuhi keinginan perut dan kekuasaanâ mereka.
 Al Imam al Hafizh an Nawawi dalam kitab al Majmuâ, juz. 2, hlm. 77, meriwayatkan perkataan Imam asy Syafiâi, menuliskan: âImam asy Syafiâi berkata: Jika seseorang melakukan saâi di suq al ath-tharin maka saâi-nya tersebut tidak sahâ.Â
Suq al ath-tharin di masa Imam asy Syafiâi adalah adalah tempat yang menempel di sisi tempat saâi yang telah ditentukan oleh Rasulullah. Lihat gambar berikut ini, di bagian belakang peralatan berat adalah tempat saâi lama (tempat yang telah ditentukan oleh Rasulullah). Kemudian sedikit di arah depan peralatan berat tersebut adalah Suq al Al ath-tharin (menempel dengan tempat saâi lama). Lalu di depannya lagi ke arah luar (dengan tanda panah yang banyak) adalah pelebaran yang tempat saâi yang prakarsai Wahabi.
Foto ini menunjukan pengerjaan proyek pelebaran tempat Saâi yang di mulai tahun 2008
 Syekh Mulla Ali al Qari, salah seorang ulama terkemuka madzhab Hanafi, berkata: âJika seseorang melakukan saâi di luar tempat yang telah disepakati maka ibadah saâi-nya tidak sah. Orang tersebut jika telah pulang (dari Mekah) maka wajib ia kembali (ke Mekah) untuk melakukan saâi sesuai tempat aslinyaâ. Â
Apa yang dikutip oleh Syekh Mulla al Qari ini adalah konsensus (Ijmaâ) ulama tentang keharusan melakukan saâi sesuai dengan tempat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah. Perkara ini telah disepakati oleh seluruh ulama.
Namun lihat, apa yang sekarang terjadi…!!! Suq al Ath-tharin yang menempel ke tempat saâi lama yang oleh Imam Syafiâi tidak boleh dijadikan tempat saâi; sekarang malah jauh lebih keluar dan lebih melebar. Hasbunallah!!.
Ingatkan saudara-saudara kita yang berangkat haji; YANG MELAKUKAN SAâI DI LUAR TEMPAT SAâI YANG LAMA MAKA SAâI-NYA TIDAK SAHâ.
Lihat gambar di atas, garis dengan warna merah adalah tempat saâi lama yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah, garis biru adalah wilayah Suq al Ath-tharin, dan garis kuning (termasuk yang diarsir) adalah tempat saâi baru prakarsa Wahabi. Saâi yang dikerjakan di wilayah warna biru dan kuning ini tidak sah. Ibadah saâi antara Shofa dan Marwah harus dilakukan ditempat saâi lama.
Perhatikan…. Seorang yang melaksanakan saâi (baik untuk haji atau untuk umrah) pertama-tama ia memulainya dari Shafa, lalu berjalan ke arah Marwah; harus ia lakukan pada bagian yang lebih dekat ke arah kaâbah, (pada gambar di atas di garis warna merah). Kemudian ketika memutar balik dari arah Marwah untuk kembali ke arah Shafa harus pada tempat yang sama; jangan sampai melebar ke arah yang ditunjukan dengan warna biru dan warna kuning.
Perhatikan foto ini
Â
Panah warna merah ke arah kanan adalah arah dari Shafa menuju Marwah; tempat sa’i ini sudah di luar batas yang telah ditetapkan oleh Rasulullah. Tidak sah melakukan sa’i di tempat ini.
Sementara warna hijau adalah arah balik dari Marwah ke Shafa, inilah yang disebut Mas’a Qadim; tempat sa’i yang telah ditetapkan oleh Rasulullah. Sa’i hanya sah dilakukan di batasan ini. Panah kecil warna kuning untuk menunjukan bahwa Mas’a Qadim ini berada di arah yang lebih dekat ke Ka’bah.
Permasalahan:
 âAda yang mengatakan  bahwa tujuan pelebaran itu adalah untuk meringankan jumlah jamaâah yang sangat banyakâ.
Jawab: âAda cara untuk tujuan itu yang sesuai dengan tuntunan syariâat, yaitu dengan membuat beberapa lantai baik ke arah atas atau ke arah bawah. Seandainya dibangun ke arah atas walaupun hingga 10 lantai, dan atau ke arah bawah walaupun hingga 10 lantai dengan tetap memelihara panjang dan lebarnya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah; termasuk menjaga posisi tinggi dan rendahnya antara dua bukit Shafa dan Marwah tersebut, sesuai dengan pola tempat saâi yang lama; maka sa’i-nya dianggap sah. Oleh karena Siti Hajar dahulu naik bukit Shafa, lalu turun, lalu naik ke bukit Marwah, lalu turun, lalu kembali naik ke bukit Shafa, dan demikian seterusnya.
Kaum Wahabi MEMBUAT BOHONG BESAR dalam masalah ini, mereka mengatakan bahwa masalah tempat saâi adalah masalah yang masih diperselisihkan (khilafiyyah). Catat, pernyataan mereka ini BOHONG BESAR.
Sebenarnya, dahulu para pemuka ajaran Wahabi sendiri mengharamkan melakukan saâi di luar batas yang telah ditetapkan oleh Rasulullah –seperti yang akan anda lihat dalam bukti scan di bawah ini–, hanya kemudian makin ke belakang ini di antara mereka terdapat perbedaan pendapat. Catat, PERBEDAAN PENDAPAT INI HANYA DI ANTARA MEREKA; antara yang mau mangikuti ânafsu kekuasaan raja merekaâ dan antara mengikuti ketetapan tampat saâi yang lama.
Sekali lagi CATATâ¦., yang dimaksud âperbedaan pendapatâ (khilafiyyah) oleh mereka adalah perbedaan di kalangan orang-orang Wahabi sendiri, bukan ulama kita; ulama Ahlussunnah Wal Jamaâah.
Seandainya sa’i dapat dilakukan di luar tempat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah –seperti ketetapan ajaran baru kaum Wahabi ini; maka berarti sa’i dapat dilakukan di mana-pun. Na’udzu billah.
Mereka dahulu tidak pernah berani mengeluarkan pendapat yang menyesatkan ini; sebelum kemudian datang proyek pelebaran tersebut dari âtuan-tuan raja mereka sendiriâ. Bahkan dahulu mereka mengingkari orang-orang yang melakukan saâi di luar batas/tempat yang telah ditetapkan dalam syariâat. Namun setelah âketetapanâ penguasa mereka datang; akhirnya fatwa-fatwa kaum Wahabi satu sama lainnya saling bertentangan; sesuai kepentingan âFULUSâ.
Perhatikan ketetapan para ulama Wahabi dalam scan berikut, mereka melarang pelebaran tempat saâi dari yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, mereka hanya membolehkan membangun lantai bertingkat jika memang itu dibutuhkan.
Ini bunyi teks yang beri tanda panah dan garis merah:
أ٠اÙعÙ
ارة اÙØاÙÙØ© ÙÙÙ
سع٠شاÙ
ÙØ© ÙجÙ
Ùع أرض٠, ÙÙ
Ù Ø«Ù
ÙØ¥ÙÙ ((Ùا ÙجÙز تÙسعتÙا)) , Ù ÙÙ
Ù٠عÙد اÙØاجة (Ø٠اÙÙ
Ø´ÙÙØ© رأسÙاÙ) , بإضاÙØ© بÙاء ÙÙ٠اÙÙ
سعÙ
: “Bangunan tempat sa’i yang ada sekarang sudah mencakup keseluruhan area tanahnya (artinya sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Syari’at), oleh karena itu tidak boleh diperlebar. Tapi dimungkinkan –bila dibutuhkan– untuk memecahkan masalah (terlalu banyak jama’ah) dengan menambah bangunan di atas tempat sa’i (yang ada)”.
Bahkan, “Imam terkemuka rujukan Wahabi”; al Mujassim IBNU TAIMIYAH mengatakan bahwa sa’i yang dilakukan diluar tempat yang telah disepakati maka sa’i-nya tidak sah. Dalam “Syarh al ‘Umdah”, juz 3, hlm 599, IBNU TAIMIYAH berkata: “Jika seseorang melakukan sa’i ditempat yang berdekatan dengan tempat sa’i yang telah ditentukan, ia tidak melakukan sa’i di tempat antara Shafa dan Marwah; maka sa’i-nya tidak sah”.
Lebih jauh lagi, IBNU TAIMIYAH mengatakan jika seseorang berjalan naik turun di antara dua gunung dan ia menganggap apa yang dilakukannya ini sebagai bentuk ibadah sebagaimana ibadah sa’i antara Shafa dan Marwah; maka perbuatannya ini HARAM, bahkan pelakunya harus diminta untuk bertaubat, dan jika ia tidak mau bertaubat maka ia dihukum BUNUH. (Lihat karya Ibnu Taimiyah berjudul MAJMU’ FATAWA, juz. 11, hlm. 632)
Tempat sa’i yang kita lihat sekarang dengan nama “AL MAS’A AL JADID” (Tempat Sa’i Baru) adalah jelas tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Heh…. Wahabi!!! Mengapa kalian tidak menamakan “PEKERJAAN” kalian tersebut sebagai bid’ah?????? Bukankah itu nyata bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dalam praktek ibadahnya??????????? Tidakkah kalian BUNUH DIRI saja agar sesuai dengan fatwa “Imam” kalian; Ibnu Taimiyah al Mujassim yangtelah mengatakan demikian?????
 Cukup bagi kita bahwa Rasulullah telah bersabda:
خذÙا عÙÙ Ù
ÙاسÙÙÙÙ
âAmbilah dariku tata cara ibadah haji kalianâ.
(Disampaikan oleh Ust. Kholil Abou Fateh)
Peringatan! Awas Salah Tempat Sa'i